Quo Vadis
Praktik Profesi Arsitek Indonesia?
Sebuah tinjauan interaktif berdasarkan catatan Ketua Umum IAI, Ar. Georgius Budi Yulianto, IAI, AA Menjelajahi tantangan, regulasi, dan arah masa depan profesi arsitek di tengah badai disrupsi global.
Tantangan & Peluang
Profesi arsitek berada di tengah 'badai' perubahan, namun di dalamnya tersimpan peluang besar untuk tumbuh dan berkembang.
Disrupsi & Adaptasi
Industri 4.0 dan Kecerdasan Buatan (AI) bukan lagi masa depan, tapi kenyataan hari ini. AI mendefinisikan ulang proses desain menjadi lebih cepat, cerdas, dan bersih.
Arsitek dituntut untuk beradaptasi, bergeser dari sekadar perancang menjadi kolaborator strategis yang memanfaatkan teknologi untuk menciptakan bangunan pintar dan berkelanjutan.
Peluang di Tengah Kesenjangan
Rasio arsitek ber-STRA terhadap populasi di Indonesia masih 1:49.000, jauh dari ideal 1:15.000 menurut DAI. Ini menandakan profesi ini masih menjanjikan dan memiliki ruang pertumbuhan yang sangat luas.
Labirin Regulasi: STRA, Lisensi, & SKK
Memahami pilar-pilar regulasi adalah kunci untuk praktik profesi yang sah dan terlindungi. Apakah ketiganya harus dimiliki? Klik setiap item untuk detailnya.
π STRA (Surat Tanda Registrasi Arsitek)
Merupakan bukti hukum bahwa negara mengakui seseorang telah memenuhi syarat sebagai Arsitek. Ibarat SIM dalam berkendara, STRA adalah 'SIM' bagi Arsitek dan wajib dimiliki oleh semua Arsitek yang berpraktik di Indonesia. Diksi "Arsitek" menurut Undang-Undang melekat dengan kepemilikan STRA.
Membangun Arsitek Masa Depan
Jalur pendidikan arsitek di Indonesia terus beradaptasi untuk menyetarakan diri dengan standar global dan menjawab kebutuhan praktik profesi.
Alur Menuju Arsitek Profesional
Lulusan S1 Arsitektur
(4 Tahun)
Magang Profesi
(Min. 2 Tahun)
PPAr
(Pendidikan Profesi 1 Tahun)
ATAU
S2 Alur Desain
(2 Tahun)
Uji Kompetensi
(oleh DAI)
Arsitek Profesional
(Memiliki STRA)
Alur ini merupakan adaptasi dari standar UIA Accord (pendidikan min. 5 tahun + 2 tahun magang) agar sesuai dengan konteks sistem pendidikan di Indonesia.
Tiga Pilar Ekosistem Profesi
Keberhasilan profesi arsitek ditopang oleh sinergi tiga lembaga utama yang memiliki peran berbeda namun saling melengkapi.
APTARI
(Asosiasi Perguruan Tinggi Arsitektur)
Berperan di hulu, APTARI mengorganisasi dan menetapkan standar bagi institusi pendidikan arsitektur, memastikan kualitas dasar lulusan sebagai calon arsitek.
IAI
(Ikatan Arsitek Indonesia)
Berada di tengah, IAI sebagai organisasi profesi bertugas melakukan pembinaan, pembekalan, dan pengembangan keprofesian berkelanjutan (PKB/CPD) bagi para anggotanya.
DAI
(Dewan Arsitek Indonesia)
Sebagai muara di hilir, DAI adalah lembaga kuasi negara yang menjalankan amanat UU untuk menyelenggarakan uji kompetensi dan menerbitkan registrasi (STRA) bagi arsitek.
Peran Sentral IAI & Pengembangan Kompetensi
IAI tidak hanya sebagai organisasi, tetapi juga motor penggerak dalam meningkatkan kualitas dan daya saing arsitek Indonesia.
IAI berupaya keras untuk mempersiapkan peta jalan, membangun sistem, melakukan lobi kepada berbagai pihak (kementerian, lembaga, asosiasi profesi serumpun), dan menyusun program-program terstruktur, terukur, dan terjadwal. Tujuannya adalah agar para Sarjana Arsitektur yang kelak benar-benar akan berpraktik profesi Arsitek memiliki keunggulan kompetitif dan siap bertempur di dunia profesional sesungguhnya, bersaing secara sehat dan etis dengan Arsitek-arsitek dalam dan luar negeri.
Peta jalan yang disusun IAI tidak hanya untuk para lulusan baru, tetapi juga untuk Perancang yang sebelum Undang-Undang Arsitek terbit pernah berpraktik sebagai Arsitek, yang tentu persiapan dan penanganannya berbeda. Dalam hal penerbitan STRA, DAI memiliki dua jalur utama: Uji Kompetensi dan RPL (Rekognisi Pembelajaran Lampau), yang ditujukan untuk mereka yang telah berpraktek lebih dari 10 tahun, baik memiliki latar pendidikan tinggi Arsitektur maupun tidak, dan belum pernah memiliki SKA.
Untuk kemudahan anggota, IAI dan DAI mempersiapkan beberapa program khusus, antara lain:
- EPA-RM (Ekuivalensi Pendidikan Arsitektur-Rekognisi Magang): Untuk lulusan sebelum tahun 2019 dengan pengalaman kerja selama 6 tahun.
- Program ODS (One Day Solution): Metoda ujian dengan materi portofolio.
Sebagai pernyataan kehadiran dan untuk mempermudah proses sinkronisasi STRA dan SKK, IAI yang merupakan Asosiasi Profesi Terakreditasi membentuk LSP SARSI (Sertifikasi Arsitek Indonesia). Diharapkan tujuan akhir STRA sekaligus menjadi SKK ini akan tercapai, sehingga proses registrasi dan sertifikasi ke depan hanya perlu satu proses saja.
IAI juga terus berupaya mempersiapkan Arsitek Indonesia yang benar-benar memiliki keunggulan kompetitif, salah satunya dengan mempersiapkan AAPDC (Architectural Advance Development Course) sebagai *capacity building course* untuk anggota IAI dan para Arsitek, yang merupakan cikal bakal IAI ACADEMY di kemudian hari. Platform digital menjadi cara untuk menjangkau anggota di seluruh Indonesia, dengan kursus daring yang memiliki ratusan silabus dalam berbagai kategori.
Pentingnya KUM untuk Profesionalisme Berkelanjutan
Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan (PKB) melalui pengumpulan KUM adalah syarat mutlak menjaga kompetensi arsitek.
UIA (Union Internationale des Architectes) mensyaratkan bahwa setiap seksi anggotanya wajib menetapkan rezim pengembangan keprofesian berkelanjutan (*Continuing Professional Development* - CPD) sebagai kewajiban keanggotaan, demi kepentingan publik. Di Indonesia, hal ini diatur dalam Undang-Undang No. 6/2017, PP No. 15/2021, dan Permen PUPR No. 12/2021 Tentang Pelaksanaan Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan.
IAI harus mensejajarkan dan mengkoneksikan Program Pengembangan Keprofesian Arsitek dengan PKB Kementerian PUPR. Ini berupa kesepahaman tata cara perolehan KUM (Continuing Professional Development/CPD point), kriteria beserta nilainya, karena KUM ini merupakan syarat perpanjangan SKK yang telah diatur oleh Pemerintah.
KUM Poin per Tahun
Saat ini masih berlaku sebagai syarat. Badan Keprofesian IAI sedang berupaya menyesuaikan besaran nilai KUM agar tidak memberatkan Arsitek, namun tetap sejalan dengan sistem LPJK.
IAI telah membangun sistem digital IAI Satu Data dan IAI Interaktif untuk kemudahan anggota melaporkan, meminta Nilai KUM, dan memperbarui total KUM.
Menatap Masa Depan Bersama
UU Arsitek adalah titik awal, bukan garis akhir. Untuk keluar dari 'badai' disrupsi, kolaborasi adalah satu-satunya jalan. Kampus, asosiasi, praktisi, dan pemerintah harus bergerak dalam satu irama, memastikan setiap arsitek Indonesia tidak hanya kompeten secara teknis, tapi juga memiliki tanggung jawab profesi yang utuh.
"Mungkin kita tidak dalam perahu yang sama. Tapi kita jelas berada dalam badai yang sama. Dan satu-satunya cara kita bisa keluar dari badai ini adalah dengan bekerja sama, saling jaga arah, dan tetap bergerak majuβbersama-sama."
Catatan ini sudah diringkas menggunakan AI. Lihat Catatan Versi Asli di sini.